Indonesia kembali digemparkan oleh
terororisme. Terorisme tidak begitu asing terdengar di telingan Indonesia.
Indonesia cukup sering menjadi korban teror dari oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Kali ini peristiwa
teror terjadi di penjara Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Teror kali
ini cukup berbeda dari peristiwa terorisme sebelumnya. Pelaku terorisme
terlibat baku tembak dengan anggota kepolisisan, dan dengan berani
menyandra beberapa anggota kepolisian. Akibat dari peristiwa ini, teroris
berhasil membunuh 5 anggota Brimob, dan berhasil melukai beberapa anggota
kepolisian yang lainnya. Nestapa belum saja berakhir, Indonesia dikagetkan
kembali dengan ledakan bom di Surabaya yang menghancurkan 3 gereja. Setelahnya
bom susulan diledakkan di gerbang Mapolrestabes Surabaya. Peristiwa ini cukup
menggemparkan media sosial dan seluruh elemen kenegaraan untuk sama-sama
menangkal aksi terorisme yang terjadi. Namun mereka belum mendapatkan akar dari
pokok permasalahan yang terjadi.
Seumpama PKI yang pemahamannya mengancam
keamanan negara, aksi terorisme sebenarnya tidak jauh berbeda. Aksi teror
memang tidak pernah jelas diketahui motif dan maksudnya. Namun angapan dan
prasangka terus direka-reka oleh masyarakat, media, dan aparat pemerintahan.
Sangat disayangkan hal ini kembali lagi terjadi, semua mata memancarkan sorot
yang memojokkan Islam. Berbagai tangan mulai menggerakkan telunjuknya ke arah
orang-orang yang tidak bersalah, namun hanya karena pakaian mereka sama, mereka
dicela. Tidak ada yang namanya Islam radikal, yang ada, pemahaman radikal. Islam
tidak pantas dicela hanya karena pelaku terorisme memakai atribut Islam. Namun
masyarakat tidak bisa melihat ke arah yang lain, umat Islam hanya dapat
tertunduk, dan membiarkan mata mereka melirik sinis. Inilah yang terjadi ketika
islam dijadikan alasan untuk membunuh manusia.
Islam tidak pernah mengajarkan membunuh
manusia tanpa hak. Islam pada dasarnya adalah agama yang lembut, agama yang
mencintai perdamaian, dan agama penuh rahamat. Ustadz Firanda Andirja menulis
sebuah klarifikasi atas tuduhan islam sebagai terorisme, mengapa dahulu banyak
orang tetap masuk Islam meski Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat berjihad? Karena jihad mereka bukan dengan hawa nafsu, akan tetapi
sesuai dengan syariat Islam yang penuh rahmat. Dahulu tidak ada yang mencela
Islam dengan menuduh bahwa Islam sadis, islam agama teror, mengapa? Karena
mereka tahu Islam -bahkan dalam kondisi perang pun- tetap penuh rahmat. Dalam
kondisi perang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh
anak-anak, orang tua, orang yang sedang beribadah di tempat ibadahnya karena
mereka tidak ikut berperang. Terlebih lagi, dalam kondisi perang saja Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang merusak tempat ibadah, apalagi dalam kondisi
damai? Mereka -para pengebom- menganggap bahwa seluruh orang kafir boleh
dibunuh, bahkan boleh disiksa dan dicincang? Tidakkah mereka mendengar hadits
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad (Orang
kafir yang punya perjanjian damai dengan orang islam) ia tidak akan mencium bau
surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh
tahun.” (HR. Bukhari no. 3166) Islam tidak pernah mengajarkan hal pengecut
seperti terorisme. Islam pun dengan terang-terangan membenci aksi terorisme,
dengan mengatakan mereka sebagai Khowarij, yang disebut dalam hadis Nabi Sholallohu
alaihi wa sallam sebagai anjing-anjing neraka. Maka jika ada terorisme yang
mengatasnamakan islam, maka harus dipertanyakan, islam yang mana?
Jihad yang benar dalam islam tidak membunuh
semua orang kafir tanpa pandang bulu. Ibnul Qayyim mengatakan, “Kaum kuffar
terbagi menjadi ahlul harb dan ahlul ahd. Dan ahlul ahd
ini terbagi menjadi tiga golongan, ahlu dzimmah, ahlu hudnah, dan ahlu
aman”. Perkataan beliau didasari oleh atsar shohabat yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Dahulu kaum
musyrikin terbagi menjadi dua golongan di hadapan nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan kaum muslimin. Di antara mereka ada golongan yang dinamakan ahlul
harb, nabi memerangi mereka dan mereka pun memerangi beliau. Ada golongan
yang disebut ahlul ahd, nabi tidak memerangi mereka, dan mereka tidak
memerangi beliau”. Tidakkah para terorisme itu takut dengan hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang berbunyi “Ingatlah, siapa yang mendzalimi seorang
kafir mu’ahad, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil
sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya
pada hari kiamat” (HR. Abu Daud, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’). Berdasarkan
hadits dan perkataan ulama serta atsar sahabat di atas, maka para pelaku
terorisme yang mengatasnamakan islam, tidak sama sekali dibenarkan dalam islam.
Bahkan, mereka tidak sama sekali memahami islam, mereka hanya termotifasi
dengan pemahaman-pemahaman salah tafsir yang didoktrin oleh para pemuka
agamanya.
Selain membunuh orang kafir yang dilindungi
oleh negara, mereka juga memberontak kepada pemerintah yang sah dengan membunuh
aparat pemerintahan. Secara jelas Nabi Sholallohu alaihi wa sallam bersabda
“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa
jalla, tetap mendengar dan ta’at (kepada pemerintah) walaupun yang memerintah
kalian seorang hamba sahaya (budak)” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits
Hasan Shahih). Pada hadist di atas Rasul Sholallohu alaihi wa sallam
tidak berwasiat kepada umatnya untuk berbuat kebaikan yang lain, namun bukan
berarti kebaikan yang lain tidak penting, namun hal yang diwasiatkan oleh nabi
ini mengenai ketakwaan dan taat kepada pemerintah adalah pondasi di zaman
fitnah/ujian ini. Bahkan dalam Al-quran Allah Taala berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan pemimpin
(ulil amri) di antara kamu.” (QS. An Nisa [4] : 59). Hadits dan ayat Al-quran
di atas sudah cukup untuk menentang prilaku mereka atas tindakan teror kepada
negeri ini.
Inilah pentingnya menuntut ilmu agama kepada
orang yang memiliki pemahaman yang benar. Namun seperti apa pemahaman yang
benar tentang agama ini? Tentu saja pemahaman yang dimiliki oleh para sahabat
nabi, tabiin, dan tabiuttabiin. Dalam mengambil agama, mereka
tidak menimbang dengan akal sehat mereka, tetapi mereka selalu mengembalikannya
kepada Al-quran dan As-sunnah (hadits nabi), walaupun menurut akal sehat tidak
bisa diterima. Agama ini bukan agama hawa nafsu dan bukan pula agama akal. Maka
di sini ditekankan, barang siapa yang menimbang agama dengan akal sehat, dan
hawa nafsu, dia akan tersesat selama-lamanya, sampai ia kembali kepada Al-quran
dan As-sunnah dengan pemahaman para sahabat dan para pengikutnya.
https://bungur29.blogspot.co.id/Travel/
Terorisme Kembali, Islam Unjuk Gigi
Reviewed by Unknown
on
May 22, 2018
Rating:
No comments: