recent posts

banner image

BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI

travel

Banyak pembicaraan-pembicaraan yang menyimpang terkait sosok ulama pembaharu yang satu ini. Beliau dikenal sebagai ahli hadis pada abad 20. Keilmuan yang Beliau miliki dalam bidang hadist, mampu dituangkan dalam beratus-ratus buku. Bukan hanya itu, beliau bahkan beberapa kali diberi hadiah oleh kerajaan Arab Saudi karena kiprahnya dalam kemajuan agama Islam. Ulama besar pada zaman itu bahkan menyebutnya sebagai Mujaddid haadza zamaan atau pembaharu zaman ini. Karena dengan ilmu hadistnya beliau menghidupkan kembali semangat para penuntut ilmu hadist, dan menjadi penerang diantara hadist-hadist yang masih samar kesahihannya. Namun setelah Beliau meninggal dunia, banyak sekali orang-orang yang tidak benar-benar mengenal beliau, menuduh hal yang macam-macam. Dialah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Mereka mengatakan Syaikh Al-Albani ini tidak memiliki guru, seorang reparasi jam yang hanya mengaku sebagai ahli hadist tanpa ilmu, tidak memiliki kaidah-kaidah ilmu hadist, sehingga asal mensahihkan dan menghasankan hadist, dan lain sebagainya.
Mengatakan bahwa Syaikh Al-Albani tidak memiliki guru, sudah cukup untuk meragukan semua keilmuan yang dimiliki Syaikh Al-Albani. Ilmu agama bukan ilmu yang bisa dipelajari secara otodidak. Karena jika seseorang mempelajari ilmu agama dengan otodidak, maka orang tersebut akan terjerumus dalam kesesatan. Syaikh Al-Albani memang lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan. Namun syaikh juga memiliki guru dalam memahami pondasi-pondasi keagamaan. Selain itu, beliau sudah memiliki cukup ilmu untuk membuka buku-buku hadits yang cukup rumit. Guru beliau memang tidak banyak, namun sedikit guru bukan jaminan bahwa beliau seorang yang bodoh.
Syaikh Al-Albani dilahirkan pada tahun 1914 di Kota Askhodera (Shkodër), sebuah distrik pemerintahan di Albania. Perlu diketahui bahwa Albania pada masa itu masih termasuk negara yang menerapkan undang-undang Islam, sebagaimana halnya ketika daerah itu masih menjadi bagian dari kekuasaan Kesultanan Ottoman, meskipun kemudian merdeka dari Kesultanan Ottoman mengalami masa kemundurannya.
Syaikh Al-Albani belajar dari beberapa ulama, baik di kota kelahirannya, Albania, maupun di tempat setelah beliau hijrah, yaitu Damaskus. Guru Syaikh Al-Albani yang pertama adalah bapaknya sendiri. Bapaknya Al-Haj Nuh seorang ulama besar di Albania. Beliau lulus dari lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariat di ibu kota negara Dinasti Utsmaniah (Istambul). Bapaknya Syaikh Al-Albani ini adalah pemuka madzhab Hanafi di Albania. Beliau belajar dari bapaknya mengenai ilmu-ilmu fiqih, dan berbagai ilmu syariat islam lainnya. Beliau juga meraup kehlian untuk mencari nafkah dari bapaknya pula, yaitu mereparasi jam dan tukang kayu. Selain itu beliau belajar dari ulama-ulama di kampung halamannya juga, Syaikh Al-Albani pun mulai mempelajari buku Maraaqi al-falaah, beberapa buku Hadits, dan ilmu balaghah dari gurunya, Syaikh Sa'id al-Burhaani. Selain itu, ada beberapa cabang ilmu yang lain yang dipelajarinya dari Imam Abdul Fattah, Syaikh Taufiq al-Barzah, dan lain-lain.
Tentu saja Syaikh Al-Albani juga menempuh pendidikan formalnya, Syaikh Al-Albani kecil dimasukkan bapaknya ke sebuah sekolah setingkat SD (sekolah dasar), yaitu al-Is'af al-Khairiyah al-Ibtidaiyah di Damaskus, lalu ayahnya memindahkannya ke sekolah lain. Di sekolah keduanya inilah ia selesaikan pendidikan dasar formalnya. Namun setelah pendidikan formal itu Syaikh Al-Albani tidak melanjutkan sekolah formalnya lagi. Beliau belajar bersama bapaknya dengan waktu dan kurikulum yang telah diatur sedemikian rupa. Dari sana beliau belajar al-Qur'an dan tajwidnya, ilmu sharaf, dan fiqih melalui mazhab Hanafi.
Albania mengalami kemerdekaan setelah Kesultanan Ottoman dan dipimpin oleh Ahmet Zog. Dari situ terjadilah suatu peristiwa yang mengebiri Albania dari identitas negara Islamnya, yaitu pensekuleran undang-undang oleh Ahmet Zog. Pola politik ala Stalin mulai diterapkan di Albania, banyak terjadi perombakan undang-undang secara menyeluruh, bahkan lafadz Azan yang sangat sakral bagi umat Islam pun dipaksa untuk diucapkan dalam bahasa Albania. Maka Syaikh Al-Albani bersama keluarganya memutuskan untuk migrasi ke Damaskus, ibu kota Syiria yang ketika itu masih menjadi bagian dari wilayah Syam, saat itu Syaikh Al-Albani baru berusia 9 tahun
Syaikh Al-Albani tertarik dengan ilmu hadist ketika usianya 20 tahunan. Beliau membaca Majalah Al-Manar yang diterbitkan Muhammad Rsyid Ridha. Di dalam majalah itu beliau mendapati keritikan terhadap hadist-hadist dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin karya Imam Alghozali. "Pertama kali aku dapati kritik begitu ilmiah semacam ini", ungkap Syaikh Al-Albani ketika menceritakan permulaan Beliau terjun mendalami ilmu hadist. Rasa kagumnya terhadap keritikan itu mengerakkan Syaikh Al-Albani untuk merujuk langsung kedalam buku buku yang menjadi referensi atas keritikan itu, yaitu kitab al-Mughni 'an Hamlil Asfar, karya al-Hafizh al-Iraqi. Namun sayangnya Syaikh Al-Albani tidak memiliki sukup uang untuk membeli skitab dengan 3 jilid itu. Tidak menyerah Syaikh Al-Albani meminjam buku-buku itu dan menyalinnya dengan pena dan tangannya sendiri. Itulah aktivitas pertama Beliau dalam menggeluti ilmu hadist.
Syaikh Al-Albani pun secara rutin mengunjungi perpustakaan azh-Zhahiriyyah di Damaskus untuk membaca buku-buku yang tak biasa didapatinya di toko buku. Dan perpustakaan pun menjadi laboratorium umum baginya, waktu 6-8 jam bisa habis di perpustakaan itu, hanya keluar di waktu-waktu salat, bahkan untuk makan pun sudah disiapkannya dari rumah berupa makanan-makanan ringan untuk dinikmatinya selama di perpustakaan. Bukan hanya itu, bahkan Beliau menjalin hubungan yang baik dengan para penjual buku . Beliau sering mengunjungi berbagai toko buku hanya untuk sekedar meminjam dan membacanya, namun ketika buku itu hendak dibeli, beliau mengembalikannya.
Ilmu hadits begitu luar biasa memikat Syaikh Al-Albani, sehingga menjadi pudarlah ideologi mazhab Hanafi yang ditanamkan ayahnya kepadanya, dan semenjak saat itu Syaikh Al-Albani bukan lagi menjadi seorang yang mengacu pada mazhab tertentu (bukan lagi menjadi seorang yang fanatik terhadap mazhab tertentu), melainkan setiap hukum agama yang datang dari pendapat tertentu pasti akan ditimbangnya dahulu dengan dasar dan kaidah yang murni serta kuat yang berasal dari sunah Nabi Muhammad/hadits. Usahanya dalam mempelajari ilmu hadist tidak hanya sebatas itu. Kondisi ekonomi yang sangat menyesakkannya membuat Beliau harus mengorbankan segalanya. Sering kali beliau mengambil kertas-kertas bekas yang telah dibuang, untuk menuliskan ilmu-ilmu yang telah Beliau pelajari. Bahkan suatu ketika beliau kehilangan manuskrip yang telah beliau telaah tentang ilmu hadist di perpustakaan Azh-Zhahirriyyah. Karena kesulitan mencarinya, beliau membaca semua manuskrip yang terdapat dalam perpustakaan itu dan membuat katalognya.
Tidak terbatas dari belajar di perpustakaan dan toko-toko buku, Syaikh Al-Albani pun sering ikut serta dalam seminar-seminar ulama besar semacam Syaikh Muhammad Bahjat Al-Baitar yang sangat ahli dalam bidang hadits dan sanad. Didatanginya pula majelis-majelis ilmu Syaikh Bahjat Al-Baitar dan Syaikh Al-Albani pun banyak mengambil manfaat darinya, dari majelis serta diskusi-diskusi ini mulai tampaklah kejeniusan Syaikh Al-Albani dalam sains hadits. Suatu ketika ada seorang ahli hadits, al-musnid (ahli sanad), sekaligus sejarawan dari Kota Halab (Aleppo) tertarik kepadanya, dia adalah Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh yang kagum terhadap kecerdasan Syaikh Al-Albani. Syaikh at-Tabbakh berupaya menguji hafalan serta pengetahuan Syaikh Al-Albani terhadap ilmu mustholah hadits, dan hasilnya pun sangat memuaskan. Maka turunlah sebuah pengakuan dari Syaikh at-Tabbakh, yaitu Al-Anwar Al-Jaliyyah fi Mukhtashar Al-Atsbat Al-Hanbaliyyah, sebuah ijazah sekaligus sanad yang bersambung hingga Imam Ahmad bin Hanbal (yang melalui jalur Syaikh at-Tabbakh). Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam ahli hadits di antara Imam yang empat (Hanafi, Malik, Syafi'i, dan Ahmad), Imam Ahmad adalah murid Imam Syafi'i (dalam hal fiqh) sekaligus guru Imam Syafi'i (dalam hal ilmu hadits), dan Imam Ahmad juga merupakan guru yang paling berpengaruh bagi Imam Bukhari (sang bapak muhadits).
Keseriusan Beliau dalam menggeluti ilmu hadist membuatnya menuai berbagai penghargaan dan pujian. Bahkan beliau berhasil menulis buku-buku hadist sebanyak 200 lebih judul buku. Beliau dipanggil Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz pada 1962 untuk mengajar di University of Madeena, dan pada tahun-tahun selanjutnya menjadi dewan tinggi University of Madeena. Bahkan Syaikh Bin Bazz memuji keilmuan Syaikh Al-Albani, "Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang sangat alim (berilmu) dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani", begitu ungkapnya. Penghargaan dari kerajaan Arab Saudi juga beliau dapatkan sebagai orang yang berpengarus dalam kemajuan umat islam. Selain itu belau juga menjadi pembimbing para mujahid di Palestina yang dipimpin  Izzudin Al qosam.
Melihat dari sejarah beliau mempelajari ilmu hadist, dan keseriusan beliau menggeluti ilmu hadist, sangat disayang jika ada oknum-oknum yang menyebarkan fitnah serta citra buruk mengenai Beliau dan keilmuannya. Ilmu yang beliau miliki seharusnya bisa menjadi penerang dan penjelas bagi umat istam untuk kembali kepada hadist dan sunnah Nabi Muhammad Shallollohu alaihi wa sallam. Semangat beliau dalam menununtut ilmu hadist dan mempelajari kemurnian agama Allah Sunbhanahu wa taala seharusnya ditiru dan dijadikan pelajaran, bukan hanya mencela tanpa bukti dan tanpa mengetahui lebih banyak.

BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI Reviewed by Unknown on January 10, 2018 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.